Facebook

Salim A. Fillah; Menikah Bukan untuk Bahagia


Sosok muda dan enerjik asal Kota Gudeg ini tidaklah asing bagi kaum Muslimin negeri ini. Pria berbadan gagah dan shalih yang murah senyum ini adalah satu di antara sekian banyaknya permata yang menerangi negeri ini lantaran ilmu dan cara dakwahnya yang santun.
Dibesarkan dari ayah dan ibu yang merupakan perpaduan antara Nahdhatul ‘Ulama’ dan Muhammadiyah, dai muda yang menyelesaikan pendidikan strata satunya di Universitas Gajah Mada ini merupakan sosok yang memulai tebar dakwahnya di bidang tulisan.
Karya pertamanya yang beredar sekitar tahun 2004, Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan, merupakan salah satu buku yang hingga kini masih terus dicetak ulang. Sedangkan karya terakhirnya yang ditulis sendiri-Lapis-Lapis Keberkahan-langsung cetak ulang dalam hitungan hari.
Dalam banyak kajiannya, ustadz yang bernama asli Nursalim ini banyak menghadirkan tulisan-tulisan yang segar, inspiratif, dan menggerakkan pembacanya terkait tema pernikahan, amal, dan sejarah Islam. Selain santun dan kronologis hingga mudah dinikmati, pilihan diksi dai yang sudah berkeliling nusantara dan luar negeri ini terbilang langka sehingga menjadi daya gugah bagi pembaca maupun penyimak kajiannya.
Khusus dalam soal pernikahan, banyak kaum Muslimin yang merujuk kepada buku-buku dan ceramah yang beliau tulis. Berikut di antara cuplikan ceramahnya soal tema yang senantiasa seru untuk dibincangkan ini.
Unik, dalam cuplikan ceramah berdurasi pendek yang diedit oleh Saling Sapa ini, ustadz yang lebih dikenal dengan nama Salim A. Fillah ini berkata,  “Kita menikah bukan untuk berbahagia.”
Lalu, buat apa menikah?
Kita menikah bukan untuk berbahagia. Kita menikah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pernikahan itu menjadi bagian dari misi ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, di dalam pernikahan itu, supaya kita mampu melaksanakan visi ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu, yang kita cari adalah keberkahannya.
Karena, berkah itu ziyaadatul khairi fii kulli hal, bertambahnya kebaikan di segala keadaan; semakin mesra kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di semua peristiwa; semakin dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di berbagai ujian hidup-lapang ataupun sempitnya, susah ataupun senangnya, kehilangan ataupun mendapatkannya. Semua keadaan itu dalam rangka ibadah. Maka kita mengharapkan ada barakah.
Di mana letak kebahagiaan? Bahagia hanya makmum bagi keduanya. Kebahagiaan hanyalah makmum di dalam kehidupan pernikahan kita. Hanyalah makmum bagi ibadah dan berkah yang kemudian kita tegakkan.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga beliau dan seluruh dai di muka bumi ini. Semoga Allah Ta’ala kurniakan keberkahan kepada beliau, ilmunya, keluarganya, bukunya, ceramahnya, dan seluruh hidupnya. Semoga Allah Ta’ala menjadikan beliau jalan keberkahan bagi sebanyak-banyaknya kaum Muslimin dan sesama manusia. Aamiin. [Pirman/Bersamadakwah]
Share on Google Plus

About Unknown

Seorang Pejalanan yang terus bergerak sampai tak bisa bergerak lagi
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar: