Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang saat ini dipimpin Prof Dr HM Din Syamsuddin MA mempunyai komitmen
dan semangat yang kuat menggelar Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI
di Yogyakarta pada 8-11 Februari 2015. Komitmen dan semangat yang kuat
juga tecermin dalam pertemuan bersama dengan organisasi kemasyarakatan
(ormas) Islam.
Setelah diskusi yang intens berhasil menetapkan
tema besar (KUII) yang sangat strategis dan dibutuhkan umat dan bangsa,
yakni penguatan peran politik, ekonomi, dan sosial budaya umat Islam
untuk Indonesia yang berkeadilan dan berperadaban. KUII akan dihadiri
700 peserta yang merupakan representasi umat Islam, terdiri atas tokoh
perorangan, baik dari ulama, zuama, dan cendekiawan ormas Islam, unsur
pondok pesantren, perguruan tinggi, lembaga kesultanan tingkat daerah,
pusat, seluruh Indonesia. Selain itu akan menghadirkan partisipan dari
lembaga-lembaga Islam luar negeri.
Banyak yang bertanya apa
target kongres ini? Apa yang dihasilkan Kongres I hingga V? Apakah
harapan besar umat dan bangsa terhadap Kongres VI akan tercapai? Dapat
ditegaskan di sini bahwa target KUII VI, antara lain, kata Ketua Panitia
Anwar Abbas, untuk memperkuat potensi ekonomi umat dalam kerangka
penguatan paradigma Islam di nusantara. Di samping itu, untuk menyamakan
persepsi demi kemajuan umat Islam mengawal Pancasila, kedaulatan NKRI
berdasarkan UUD 1945.
Kongres ini bertujuan mengonsolidasikan
agenda keislaman dan kebangsaan melalui penguatan persatuan dan kesatuan
umat Islam di sektor politik, ekonomi, dan sosial budaya sekaligus
memperkuat identitas peradaban Islam di nusantara. Secara khusus
bertujuan melakukan evaluasi kritis kebijakan tata ruang Indonesia yang
telah mengubah lanskap Tanah Air yang berorientasi kepada kapitalis yang
merupakan anak kandung liberalisme.
Umat Islam sebagai
komponen terbesar bangsa ini mengalami situasi sulit, dilematis, karena
antara harapan dan kenyataan masih menyisakan banyak masalah. Masalah
terbesar bahwa ekonomi dewasa ini dikendalikan kapitalisme atau
kapitalis, yakni paham yang meyakini pemilik modal bisa melakukan
usahanya meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Berdasarkan
prinsip ini, pemerintah belum efektif melakukan intervensi pasar guna
meraih keuntungan bersama, tapi intervensi terhadap pemerintah dilakukan
besar-besaran untuk kepentingan pribadi, kelompok tertentu.
Kita lacak akar masalahnya adalah besarnya pengaruh paham Adam Smith. Di
satu sisi ini dosa besar Adam Smith dan di sisi lain tokoh yang
mengikuti pemikiran itu dapat dikategorikan tanpa alasan (taklid) buta.
Adam Smith tokoh ekonomi kapitalis klasik yang menyerang merkantilisme
yang kurang mendukung ekonomi masyarakat. Ia menyerang birokrat yang
menganggap tanah adalah paling penting dalam pola produksi. Gerakan
produksi haruslah bergerak sesuai konsep MCM (modal-commodity-money).
Modal-komoditas-uang suatu hal yang tidak akan berhenti karena uang
akan beralih menjadi modal lagi dan akan berputar bila diinvestasikan.
Adam Smith memandang ada kekuatan tersembunyi yang akan mengatur pasar (invisible hand),
maka pasar harus memiliki laissez-faire atau kebebasan dari intervensi
pemerintah. Pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas dari semua
pekerjaan rakyatnya, bukan berpihak kepada rakyat.
Berdasarkan
masalah ini, kritik dan solusi yang mesti menjadi perhatian kongres umat
Islam adalah mengembalikan semangat dan komitmen mempertahankan hak
ekonomi umat berdasarkan spiritualitas dan simbol Islam di nusantara
yang menjadi ciri khas. Simbol Islam di nusantara berhasil digali dari
kearifan lokal sebelum dan sesudah Indonesia merdeka. Para pahlawan
kemerdekaan telah mewarisi semangat itu sehingga mampu bersikap arif,
bijak memperjuangkan kemerdekaan NKRI.
Harapan dan solusi
Sejak awal Islam masuk ke nusantara abad ke-7 M dipercaya melalui jasa
pedagang Arab Muslim. Itulah sebabnya umat Islam berupaya membentuk
komunitas pasar tradisional—di mana ada komunitas umat, di situlah
berdiri pasar. Tapi, kini pasar itu secara perlahan telah digeser para
kapitalis.
Umat harus bersikap tegas menolak segala tipu daya
kapitalis. Ini semangat yang diwariskan Rasulullah SAW. Umat Islam harus
merebut dan mempertahankan pasar tradisional maupun pasar modern.
Karena Islam berdasarkan Alquran dan sunah telah memberikan prinsip dan
panduan kepada umatnya untuk berniaga atau berbisnis (tijarah) demi
kebahagian dunia dan akhirat.
Konsep mekanisme pasar dalam
Islam dapat dirujuk kepada hadis Rasulullah SAW sebagaimana disampaikan
Anas RA, sehubungan dengan kenaikan harga-harga barang di Kota Madinah.
Dengan hadis ini terlihat jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 14
abad) mengajarkan konsep mekanisme pasar daripada Adam Smith.
Dalam hadis tersebut diriwayatkan, “Harga melambung pada zaman
Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada
Rasulullah dengan berkata, ‘Ya Rasulullah, hendaklah engkau menentukan
harga.’ Rasulullah SAW berkata, ‘Sesungguhnya Allahlah yang menentukan
harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku
harapkan kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari
kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.’”
Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadis
itu tidak menentukan harga. Ini menunjukkan ketentuan harga diserahkan
kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Artinya, tidak boleh
secara liberal menentukan harga pasar, tetapi berdasarkan nilai-nilai
spiritual, nilai keadilan untuk mengabdi kepada Allah, karena segalanya
milik Allah harus dikembalikan kepada-Nya.
Sungguh menakjubkan,
teori Nabi tentang harga dan pasar karena ucapan Nabi SAW itu
mengandung pengertian harga pasar itu sesuai kehendak Allah yang
sunatullah atau hukum supply and demand. Menurut pakar ekonomi Islam kontemporer, teori inilah yang mestinya meluruskan pemikiran Adam Smith dengan nama teori invisible hands.
Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak
kelihatan. Bukankah teori invisible hands itu lebih tepat dikatakan
tangan-tangan Allah? Pertanyaan yang harus dijawab para pakar dan
praktisi ekonomi.
Namun yang jelas, kezaliman dalam darah
maupun harta telah kita saksikan melalui penguasaan tanah oleh
kapitalis, di mana hak rakyat dirampas sehingga rakyat tidak lagi
memiliki tanah yang cukup untuk bercocok tanam. Jika ini dibiarkan akan
menimbulkan konflik horizontal dan vertikal.
Politik
transaksional telah mengubah struktur dan komposisi kekuatan ekonomi.
Sebaliknya, komponen terbesar umat Islam belum bisa menjadi pengendali.
Kekuatan politik belum mampu mengendalikan distribusi kekuatan ekonomi
umat sehingga cita-cita Indonesia yang berkeadilan dan berperadaban
masih di persimpangan jalan.
Diharapkan KUII VI mampu membedah
permasalahan umat dan bangsa sekaligus memberikan solusi. Pertama,
berkaitan dengan sengkarut politik, peserta kongres diharapkan
merumuskan format strategis politik Islam Indonesia yang kontributif.
Karenanya diperlukan tokoh sentral perorangan maupun kelembagaan yang
aspiratif dan berintegritas, kapasitas dan akuntabilitas yang kuat untuk
memperjuangkan kepentingan umat dan bangsa.
Kedua, dalam
konteks ekonomi kapitalis, diharapkan KUII memberikan dukungan bagi umat
Islam menguatkan sektor ekonominya. Berkaitan dengan penguatan peran
dan akses perekonomian umat Islam secara kelembagaan, sistem ekonomi
syariah yang berkelanjutan maupun perorangan. Ketiga, merumuskan arah
reformasi lanskap peradaban Islam mencakup tata ruang dan filosofi
spiritualitasnya berdasarkan prinsip keadilan untuk Indonesia yang
berperadaban.
Berdasarkan tiga hal itu, perlu dilakukan langkah
strategis oleh semua komponen bangsa. Pertama, melakukan konsolidasi
untuk penguatan gerak langkah (tansiqul harakah) dan menyamakan persepsi (taswiyatul manhaj)
umat dalam membangun kekuatan ekonomi umat dan bangsa melalui lembaga
pendidikan yang berorientasi pada keadilan dan berperadaban.
Kedua, berkaitan dengan penguatan peran dan akses perekonomian umat
Islam baik secara sistem untuk kelembagaan seperti ormas, pesantren,
perguruan tinggi maupun perorangan harus mampu membuka komunitas pasar
yang sesuai budaya dan kearifan lokal untuk menyejahterakan rakyat
Indonesia.
Ketiga, bagi peserta KUII diharapkan
menyosialisasikan dengan cara memahami dan melakukan aksi nyata usai
kongres. Sebagai penutup, penulis mempunyai harapan besar kepada semua
komponen bangsa agar kongres ini mendapat dukungan semua pihak.
Amirsyah Tambunan
Sekretaris 0C KUII, Dosen UIN pada Universitas Muhammadiyah Jakarta
REPUBLIKA
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar