“Kenapa sih, ngga boleh pacaran? Kan
kita saling suka sama suka, kita juga ngga ganggu orang lain”, kalimat
seperti ini acap kali diucapkan oleh para remaja dengan nada kesal.
Zaman yang semakin modern, remaja pacaran, berjalan dan mojok berduaan, memang sudah sangat biasa. Mereka terlihat di mana-mana.
Pengaruh media, televisi, internet,
bacaan dan lain-lain membuat pergaulan menjadi bebas. Pola pacaran
menjadi lebih “berbahaya” dan “seronok”. Akhir-akhir ini buku berjudul
“Saatnya Aku Belajar Pacaran” menuai kecaman dari berbagai kalangan
mulai dari birokrat, tokoh agama hingga lingkungan masyarakat serta
media sosial dan media massa. Penulisnya pun akhirnya meminta maaf serta
menarik buku yang telah beredar. Terdapat halaman yang berisi tentang
bercinta, sikap remaja, seputar pacaran, dan hubungan anak dengan orang
tua. Apabila buku ini dibaca oleh remaja sekarang, mereka bisa
menganggap zina adalah hal yang biasa.
Dari zaman nabi Adam sampai zaman
Rasulullah SAW, agama Islam telah melarang pencurian seperti juga Islam
melarang orang untuk pacaran, atau pun mendekati zina. Allah Maha
Mengetahui, yang Maha Pencipta, yang paling tahu apa yang terbaik buat
kita. Allah menginginkan manusia ciptaan-Nya hidup bahagia dunia
akhirat, sehat wal ‘afiat dan menjadi penghuni surga yang selamat.
Pacaran tidak menjamin kita akan tahu
sifat calon suami atau istri seseorang. Hanya dengan shalat istikharah,
meminta petunjuk kepada Allah. Berdoalah: “Ya Allah, kalau memang ia baik untukku mudahkanlah, jika tidak baik untukku jauhkanlah”.
Memilih pasangan hidup yang baik tidak
hanya dilihat dari penampilan luarnya saja. Karena bisa saja penampilan
luar itu hanya sebuah fatamorgana yang menipu mata. Orang yang baik
adalah orang yang bagus akhlaqnya dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala.
Karena itu, Islam menganjurkan kepada
laki-laki untuk memilih istri yang shalihah. Mendahulukannya daripada
istri yang kaya, atau istri yang mempesona kecantikannya, atau istri
yang berasal dari keturunan ningrat.
Pengertian dari istri shalihah yaitu
istri yang memegang agama seperti memegang bara api meskipun banyak
godaan dan pujian namun tak tergoyahkan dan berakhlak mulia kepada sang
Khaliq dan makhluq, seperti hadits Rasulullah Saw: “Dunia adalah kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatannya adalah istri yang shalihah.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain dijelasakan, “Wanita
dinikahi karena empat hal: Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya,
dan agamanya. Maka utamakanlah olehmu karena agamanya, niscaya kamu
selamat.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Hadits lain juga menyebutkan “Ambillah wanita beragama dan berakhlak niscaya kamu selamat.” (HR. Ahmad)
Islam juga menganjurkan kepada wanita
dan walinya agar memilih suami yang shalih, bukan hanya kaya harta,
terhormat keturunannya dan tinggi jabatannya. Suami yang shalih adalah
suami yang beragama kuat sehingga mampu menjaga anggota keluarganya dari
api neraka dan berakhlak mulia kepada sang khaliq dan makhluq.
Dijelaskan dalam hadits: “Apabila
datang kepada kalian (kepada para wali perempuan) laki-laki yang kalian
ridhai akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah dengannya. Jika tidak, maka
akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)
Seorang perempuan dan keluarganya wajib
memilih laki-laki yang beragama kuat, agar suami dapat memperhatikan hak
anak dan istrinya, bertaqwa kepada Allah dan bekerjasama dalam mengabdi
agama Islam.
Dalam konteks masalah cinta antara
laki-laki dan perempuan, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Aku tidak pernah melihat dua orang yang saling mengasihi, melainkan melalui jalur pernikahan.”
“Jika engkau menikahkan anak
perempuanmu, maka nikahkanlah dengan orang yang beragama, jika dia
mencintainya dia akan memulikannya, dan jika dia marah dia tidak akan
menzhaliminya.”
Wallahu A’lam.[]
*bersamadakwah
0 komentar:
Posting Komentar